Hos Rico

Jumat, Oktober 31, 2008

Update Avira & AVG

Avira terbaru bisa download disini
dan
Update Avira : disni
atau disini

Update AVG : disini

Label:

posted by Hos Rico at 04.58 0 comments

Menggabungkan PCMAV dengan ClamAV

Gabungkan dua kekuatan antivirus PCMAV dengan ClamAV!!
Caranya gampang buangettt. Buat satu folder, yang berisi :

1. PCMAV-CLN.exe
2. PCMAV-RTP.exe
3. PCMAV.VDB
4. README.TXT
5. main.cvd
6. daily.cvd
7. libpclamav.dll
8. libclamav.dll
9. pthreadVC2.dll
10. Microsoft.VC80.CRT.manifest, msvcm80.dll, msvcp80.dll, dan msvcr80.dll

nb:
* Untuk nomer 1-4, download disini
* Untuk nomer 5-9, bisa download disini
* Untuk nomer 10, langsung download disini

Label:

posted by Hos Rico at 04.56 0 comments

Rabu, Oktober 22, 2008

Wajah Pemimpin Indonesia

Apa yang dilakukan pemimpin Indonesia ketika menghadapi masalah bangsa? Pidato politik! Di atas podium yang anggun, di hadapan massa yang fanatik, dikelilingi para penasihat yang selalu setia, petinggi negeri menceramahi rakyat. Tak lupa pekik merdeka dan kibaran merah putih, untuk menunjukkan kentalnya keindonesiaan. Lalu, masalah dianggap telah selesai. Rakyat dianggap mudah dapat menerima.

Selesaikah? Ternyata tidak. Di jalanan rakyat terus menuntut, seolah tak tersentuh oleh pidato. DPR dan pemerintah dengan mengendap-endap memang mencoba merespons tuntutan masyarakat. Lalu secara setengah hati bersekongkol untuk menunda hanya kenaikan tarif telepon. Itulah buah dari DPR yang tak memiliki pimpinan yang tegar, dengan mudah diajak kompromi mengakali rakyat.

Pidato dan langkah politik gaya balsem tak menyurutkan kegelisahan massa. Rakyat tetap menuntut. Mereka berteriak agar kebijakan menaikan harga bahan bakar minyak, tarif dasar listrik, dan telepon dicabut total. Bila perlu diturunkan. Di seluruh pelosok rakyat geram dan merasakan beban hidup yang kian berat. Sedangkan pemogokan angkutan umum terjadi di sejumlah tempat.

Kegelisahan dan aksi massa bahkan merebak ke segala arah. "Indonesia siap dijual murah", "Segera dilelang kepulauan Nusantara", demikian sebagian teriakan para demonstran. Sebuah protes sinis atas penjualan aset-aset negeri. Unjuk rasa bahkan merambah ranah politik paling sensitif, menuntut pergantian kepemimpinan nasional.

Tapi denyut hati dan kegelisahan rakyat yang menggelora rupanya tak menyentuh kalbu para pemimpin negeri ini. Sedang para anggota DPR makin asyik dengan dirinya sendiri, sesekali beretorika politik. Mereka masih tetap berpidato dan berbasa-basi politik. Mereka yakin dengan isi pidatonya akan mengubah hati rakyat. Padahal, semestinya bukan hati rakyat yang harus mereka taklukkan, tapi hatinya sendiri. Hati para pemimpin negeri yang terlampau membatu. Hati yang telah menjadi buta, bisu, dan tuli atas derita rakyat.

Itulah hati para demagog. Hati para pemimpin yang gemar berpidato untuk orang banyak, tetapi tak pernah mempidatoi dirinya sendiri. Hati yang lincah beretorika politik. Hati yang selalu berbinar-binar kalau berhadapan dengan massa rakyat yang bersimpuh, tapi tak pernah hadir bersama derita rakyat selain mengatasnamakannya. Hati pemimpin yang kehilangan ruh yang shalih (jernih), selain sekadar seonggok darah yang membeku. Boleh jadi gumpalan darah itu bahkan telah digerogoti sejuta penyakit kronis, sehingga menjadi hati yang fasad (rusak).

Demagog menurut pujangga Adi Negoro (1953) adalah pemimpin rakyat yang pandai bicara dan pintar mengambil hati publik, tetapi perbuatannya tidak baik, dia bicara banyak tetapi kerjanya kosong. Pemimpin demagog memang gemar pidato, bahkan dengan berapi-api seperti Presiden Soekarno di masa silam. Untaian kata-katanya sarat utopia, memikat massa, tetapi seringkali terjerembab oleh mercusuar kedemagogannya. Lalu, yang menjadi pertaruhan adalah bangsa dan negara.

Pemimpin demagog suka beretorika di wilayah abu-abu. Sikap politiknya sering bergaya bunglon, agar aman di setiap cuaca. Politisi belut, begitulah kaum awam menjulukinya. Repotnya, model pemimpin dan politisi gaya diplomat semacam itu dianggap ideal dalam dunia politik Indonesia. Hingga para demagog kenes seperti itu tetap menguasai jagat politik negeri, meski tak begitu memihak hati rakyat.

Pemimpin demagog cenderung teatrikal. Gemar upacara-upacara di hadapan publik, sebagai ritual budaya untuk keagungan tahta. Senang dengan warna-warni simbol, yang melambangkan kebesaran. Cenderung menjaga jarak dengan rakyat untuk merawat wibawa, kendati selalu disimbolkan dan mengatasnamakan rakyat. Suka dipuja dan dimitoskan, sehingga tampak anggun di mata rakyat. Lahirlah citra pemimpin yang sakti mandraguna, mukti wibawa. Itulah pemimpin Indonesia yang ideal, kendati tak memberikan apapun yang konkret untuk seluruh anak negeri.

Pemimpin demagog akan merawat Negara Teater. Negara Teater, tulis Clifford Geertz, sarat dengan seremonial. Negara sekadar perlambang sang Raja. Segala upacara diselenggarakan sebagai media untuk kuasa sang Raja. Sedangkan rakyat sekadar objek dari alfabeta adikuasa Raja. Akibatnya, tahta kepemimpinan sekadar jadi klangenan, sekadar kursi empuk untuk pelampiasan kesenangan yang berkuasa. Tak peduli apakah negara dan pemimpin negara itu berfungsi nyata untuk menyejahterakan rakyat. Tak peduli apakah rakyat memiliki negara dan hidup nyaman dalam negara itu. Bahkan tak peduli apakah rakyat punya masa depan atau tidak, yang penting agar dirinya tetap memiliki masa depan untuk tetap bertahta.

Bagi para pemimpin demagog, yang penting adalah bahasa. Bahasa pidato menjadi segalanya. Bahasa sekadar perlambang. Bukan bahasa yang mengandung makna dan fungsi. Meminjam logika tokoh strukturalis Ferdinand de Saussure, kata atau bahasa bagi para demagog sekadar tanda (sign), yang kehilangan relasi “penanda” (the signifier) dan “tertanda” (the signified). Dengan kata lain, bahasa pidato sekadar bunyi fisik minus makna substansi. Kata tidak lagi menjadi signifiant, yaitu bunyi yang bermakna dan berguna. Maka pidato politik sekalipun tak akan mengubah apapun karena sekadar sebuah tabuhan belaka, yang tak menghasilkan tindakan-tindakan nyata untuk rakyat.

Pidato para demagog, karena itu, menjadi hampa dan mati. Tak membuahkan aktualisasi di dunia nyata. Dalam logika filsuf Ludwig Wittgenstein, boleh jadi para demagog menjadikan pidato sekadar language games. Pidato sekadar sejumlah permainan bahasa. Lewat bahasa dapat disampaikan beragam perintah, pernyataan, penggambaran, sampai pada do'a bahkan senda gurau dan sandiwara. Bagi para demagog, maka sandiwara itulah yang sering melekat dalam bahasa pidatonya. Padahal bahasa bagi Wittgenstein, haruslah bermakna. Bahasa adalah kata-kata yang kita pakai, yang bermakna jika bersambung dengan aktivitas.

Tapi tunggu dulu. Bahasa pidato yang hampa makna dan fungsi tindakan, boleh jadi di tangan para pemimpin kuasa dapat berubah menjadi alat hegemoni. Ketika petinggi negeri menyatakan bahwa keputusan menaikan harga bahan bakar minyak, tarif dasar listrik, dan telepon harus diambil meskipun pahit, bahasa tersebut mengandung maka hegemoni. Agar rakyat mau menerima keputusan pemerintah. Bahwa keputusan pemerintah itu benar dan tidak salah, sehingga tak akan pernah dicabut. Di situ pidato menjadi forum untuk membangun kesaksian otoritas sang penguasa. Bahasa yang semula tak bermakna untuk rakyat, diubah agar berguna untuk penguasa. Di situ para demagog membangun hegemoni kuasa.

Karena itu, para pemimpin demagog tak pernah risau dengan pidatonya. Mereka bahkan akan menjadikan pidato sebagai alat paling efektif untuk menghasung otoritas kekuasaan dan kepentingannya. Tak peduli jika dirinya terjebak pada ironi. Para demagog itu akan selalu puas diri. Mereka tak akan pernah risih mengatasnamakan rakyat kecil, meskipun tak pernah hidup apalagi sungguh-sungguh memperjuangkan rakyat kecil. Jika mengajak orang lain hidup sederhana, ajakan itu sungguh-sungguh untuk orang lain dan bukan untuk dirinya.

Celakanya, tidak sedikit rakyat di negeri ini suka demagogi dan para pemimpin demagog. Rakyat masih gemar simbol, upacara, dan berbagai perhiasan sosial yang kenes. Rakyat kita, masih mencintai para pemimpin selebriti. Tak peduli jika para pemimpin demagog dan selebriti itu sesungguhnya tak memihak rakyat atas derita dan beban hidup yang kian berat. Dan para pemimpin demagog itu paham betul bagaimana memanfatkan psikologi rakyat Indonesia yang romantis untuk memenuhi hasrat politiknya yang merah menyala.

Label:

posted by Hos Rico at 04.14 0 comments

Sosial Musik Yang Mengusik

Sadarkah kita bahwa musik telah begitu dasyatnya ambil bagian dalam proses pembentukan pola sosial pada masyarakat. Musik tidak sekedar apresiasi seni untuk menghibur masyarakat yang hanya menyampaikan senandung nada di telinga kita. Namun juga telah berperan dalam pembentukan karakteristik kepribadian para konsumennya.

Akan terasa hambar jika seni musik tak hadir dalam dunia kemanusiaan kita. Terlebih lagi kalangan remaja yang menghiasi masa usianya dengan segala bentuk pencarian jati diri telah begitu antusias menjadikan dirinya sebagai pendengar musik yang sangat rajin.

Teknologi komunikasi dan informasi yang semakin berkembang laju telah menyediakan berbagai cara dan alat untuk mendengarkan musik sesuai selera masing-masing. Terlebih lagi kalangan remaja yang menghiasi masa usianya dengan segala bentuk pencarian jati diri telah begitu antusias menjadikan dirinya sebagai pendengar musik yang rajin. Konser musik yang dilakoni musisi dengan program tournya, selingan musik di televisi, ragam saluran radio, rekaman berbentuk kaset tape, kepingan CD, DVD dan yang sekarang tren dikalangan remaja kita, flashdisk Mp3 adalah bukti bahwa "kita butuh musik", terlepas apakah itu hiburan atau bukan.

Ada beberapa kekuatan musik yang mengkonstruksi dan berdiri di jajaran depan dalam pengaruhnya pada dinamika sosial masyarakat di era globalisasi saat ini. Pertama, musik sebagai gaya hidup masyarakat yang di dalamnya mengeksploitasi sifat konsumtif masyarakat. Musik kini telah menyamai bahkan melampaui kekuatan tren fashion di lingkaran konsumtif masyarakat. Istilah masyarakat konsumsi yang diperkenalkan ilmuan sosial Jean P Baudriallard memang benar adanya. Masyarakat telah distrukturalisasi sedemikian rupa sehingga menjadikannya pemboros yang agung.

Begitu pula yang terjadi pada Musik yang kenyataan adalah lahan subur sebagai nilai jual pasar yang cukup menggiurkan para agen terbesar perubahan kita saat ini, teknologi komunikasi dan informasi. Seperti halnya dunia mode fashion yang sekala musiman, tren-tren-an. Adalah master guru media yang mempengaruhi itu bukan? Disaat artis idamannya berambut direbounding tak lama masyarakat kita terjangkit virus mode rebounding juga. Sama halnya juga yang terjadi dengan teknologi komunikasi dan informasi berinovasi menarik konsumen agar hanyut dalam irama musik yang ditawarkan.

Atau lihat saja pengguna HP yang antusias berlangganan Nada Sambung Pribadi, ringtone yang membuat indah terdengarnya tanda panggilan telepon, flashdisk yang awalnya sebagai penyimpan data juga dilengkapi fasilitas MP3. Semua barang modern itu berinovasi untuk memanjakan kita dengan kemerduan lantunan musik.

Memang kita harus bersyukur dan boleh bangga akan dunia yang kita tempati ini menyediakan fasilitas teknologi yang semakin hari semakin canggih. Tetapi apakah kita sadari bahwa teknologi itu bisa berubah wujud menjadi tuhan yang kita agung-agungkan. Sehingga kitapun tunduk pada nilai sosial yang menjerumuskan kita pada pengeluaran yang tidak fungsional. Dengan kata lain harga mahal suatu barang ternyata tidak pada fungsi seharusnya tetapi kecenderungan pada orientasi kesenangan dan penghargaan sosial yang selalu dikejar. Tidak dapat kita sangkal bukan kalau musik telah menjadi salah satu pemeran utama dalam gaya hidup Masyarakat.

Seperti yang diungkap di atas bahwa musik setali tiga uang dengan realita mode fashion yang menarik masyarakat menjadi bunglon tren di saat media berwarna hijau kitapun berwarna hijau, dengan kata lain kita selalu berpatok pada media untuk menentukan lifestyle kita. Mengikat masyarakat secara ideologi sehingga dalam musik sendiri terklasifikasi dan juga terjadi tren musik yang selalu ada yang basi dan ada yang lagi hits.

Kedua, musik adalah pengorganisasian segala bentuk apresiasi kejiwaan yang selanjutnya menjadi identitas sosial. Dalam dunia Pakaian, jenisnya dapat menjadi sebuah tanda untuk menempatkan seseorang pada kelas sosialnya. Pakaian jas menandakan level status yang tinggi, pakaian yang urakan menandakan pada kelas bawah. Jenis musik yang beragam juga begitu; pop, dangdut, rock, jazz, metal, rap, ska dan lain sebagainya telah menjadi pegangan kuat untuk mengidentitaskan dirinya. Dengan jenis musik pilihannya orang tersebut merasa dirinya bebas berekspresi seperti yang ia inginkan.

Ketiga, musik adalah juga pembangkitan aspek psikis dalam tindakan sosial dan tatanan refleksi kesadaran masyarakat pendengar. Artinya isi lirik dan tempo dalam sebuah lagu dapat berpengaruh terhadap kejiwaan pendengarnya. Semisalnya saja orang yang gemar musik rock akan Menonjolkan sikap berani dalam kehidupannya. Walaupun tidak pasti demikian, tetapi kita belajar dan bersosialisasi adalah dengan ke 5 indera yang kita punya. Apa yang kita dengar apa yang kita ucapkan dengan segala bentuk model komunikasi adalah bentuk interaksi kita untuk belajar. Musik di sini menjadi subunsur pengindraan yang mendidik dan membentuk kita menjadi model kepribadian yang unik, berbeda satu sama lain. Melodi dari sebuah lagu akan dihayati oleh pendengarnya sehingga akan hanyut dalam isi/pesan lagu tersebut.

Selanjutnya bekerjalah sistem pikiran dan emosi pendengar untuk merefleksikan pesan musik itu pada dirinya. Terlebih para remaja yang terlalu pikir pendek akan lebih gampang terpengaruh dari apa yang ia dengar (baca: musik). Isi pesan musik yang berkisar cinta-cinta melulu akan membuat tindakan berpikir sosialnya menjadi lemah. Mereka terlalu hanyut oleh dunia romantis asmara yang diperdengarkan oleh media musik global saat ini. Apalagi oleh pola konsumtif yang semakin tidak rasional. Pola tingkah laku yang semakin memalukan. Padahal masih banyak tanggung jawab yang menanti pemuda (yang kini lebih senang disebut anak muda) untuk membenahi bangsa ini.

Label:

posted by Hos Rico at 04.11 0 comments

Nun der Tag mich müd gemacht,

soll mein sehnliches Verlangen

freundlich die gestirnte Nacht

wie ein müdes Kind empfangen.

Hände, laßt von allem Tun,

Stirn, vergiß du alles Denken,

alle meine Sinne nun

wollen sich in Schlummer senken.

Und die Seele unbewacht

will in freien Flügen schweben,

um im Zauberkreis der Nacht

tief und tausendfach zu leben.

Now that I feel the tiredness of the day,
my dearest longing shall
be accepted kindly by the starry night
as weary child does

Hands, cease your toiling
Head, forget all of your thoughts,
for all my senses now
are longing to sink themselves in slumber

and the unguarded spirit
will float about on untrammeled wings,
in the enchanted Circle of the Night
it may live deeply and a thousand fold

Label:

posted by Hos Rico at 04.10 0 comments

Apakah Tuhan Itu Jahat ?

Lelaki berjubah profesor itu bertanya kepada para mahasiswanya, “Apakah semua yang ada adalah ciptaan Tuhan?”

Seorang mahasiswa yang duduk paling belakang spontan menjawab, “Ya Profesor, Tuhan memang menciptakan semuanya. Saya rasa kita semua tidak meragukan hal itu.”

“Itu benar. Keterangan tentang itu banyak terdapat di kitab-kitab suci.” Sahut mahasiswa lainnya.

Sang profesor hanya mengangguk. Sesaat beliau tampak setuju dengan jawaban mahasiswanya. Namun tiba-tiba beliau bertanya lagi, “Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan kejahatan. Sebab kejahatan itu bukan sekedar khayalan, tetapi benar-benar real. Kalian bisa melihatnya disurat-surat kabar kriminal. Nah jika kejahatan itu ada dan setiap yang ada pasti ada penciptanya, maka Tuhan-lah yang menciptakan kejahatan. Kalian yang bilang sendiri tadi bahwa Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan kejahatan.”

Kedua mahasiswa yang tadi menjawab kali ini cuma bengong. Beberapa mahasiswa yang lain juga kelihatan tercengang.

Melihat mahasiswanya ‘kalah’, profesor itu kemudian tersenyum. Kedua matanya berbinar senang. “Nah, kini jelaslah bahwa agama hanyalah mitos. Bahkan mungkin Tuhan sendiri hanya ada dalam bayangan kalian, bukan diatas langit sana.”

Seorang mahasiswa tiba-tiba mengacungkan tangan dan berkata, “Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?”

“Tentu saja,” jawab si Profesor dengan senang.

Mahasiswa itu kemudian berdiri. “Profesor, apakah dingin itu ada?” ujarnya.

“Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Apa selama ini kamu tinggal di gurun pasir?” sahut Profesor yang kemudian diiringi tawa mahasiswa lainnya.

“Kenyataannya, Pak,” jawab mahasiswa tersebut, “dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas.”

“Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.”

Suara tawa mendadak hilang. Kelas hening. Sesaat kemudian mahasiswa itu kembali berkata, “Profesor, apakah gelap itu ada?”

Profesor itu mejawab, “Tentu, gelap itu ada.”

Mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi anda salah. “Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan di mana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak.”

“Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari beberapa panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya diruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.”

Kelas semakin hening. Sang profesor diam-diam meringis.

Tiba-tiba mahasiswa itu bertanya lagi, “Profesor, apakah kejahatan itu ada?”

Dengan bimbang profesor itu menjawab, “Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.”

Namun lagi-lagi mahasiswa itu membantahnya, “sekali lagi Anda salah, Pak. “Seperti dingin atau gelap, kejahatan itu adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan kasih sayang Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan di hati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya..”

Profesor itu terdiam. Mahasiswa itu kembali duduk. Untuk sesaat ruang kuliah dipenuhi keheningan hingga suara profesor memecahnya.

“Siapa namamu, Nak?”

“Albert, Sir. Albert Einstein…..”

Label:

posted by Hos Rico at 04.09 0 comments

Awal Sejarah Internet Indonesia

RMS Ibrahim, Suryono Adisoemarta, Muhammad Ihsan, Robby Soebiakto, Putu, Firman Siregar, Adi Indrayanto merupakan beberapa nama - nama legendaris di awal pembangunan Internet Indonesia yang mungkin kurang banyak dikenal oleh khalayak Internet Indonesia di tahun 2000 ini. Masing-masing personal telah mengkontribusikan keahlian dan dedikasinya dalam membangun cuplikan-cuplikan sejarah jaringan komputer di Indonesia. Pada waktu itu di awal tahun 1990-an jaringan Internet di Indonesia lebih dikenal sebagai paguyuban network. Semangat kerjasama, kekeluargaan & gotong royong sangat hangat dan terasa diantara para pelakunya. Agak berbeda dengan suasana Internet Indonesia hari ini yang terasa lebih komersial dan individual di sebagian aktifitasnya terutama yang melibatkan perdagangan Internet.

Tulisan-tulisan tentang keberadaan jaringan Internet di Indonesia dapat di lihat di beberapa artikel di media cetak seperti KOMPAS berjudul "jaringan komputer biaya murah menggunakan radio" di akhir tahun 1990 / awal 1991-an. Juga beberapa artikel pendek di Majalah Elektron Himpunan Mahsiswa Elektro ITB di tahun 1989-an. Kebetulan saya adalah penulis sebagian dari artikel-artikel tersebut. Tidak terasa waktu demikian cepat berlalu, tanpa terasa hal itu telah melewati kita semua lebih dari 10 tahun yang lalu.

Inspirasi tulisan-tulisan awal Internet Indonesia datangnya dari kegiatan kami di amatir radio khususnya rekan-rekan di Amatir Radio Club (ARC) ITB di tahun 1986-an. Bermodal pesawat Rig HF SSB Kenwood TS430 milik Harya Sudirapratama YC1HCE dengan komputer Apple II milik YC1DAV sekitar belasan anak muda ITB seperti Harya Sudirapratama YC1HCE, J. Tjandra Pramudito YB3NR (sekarang dosen di UNPAR), Suryono Adisoemarta N5SNN (sekarang dosen di Texas,US) bersama saya YC1DAV kami berguru pada para senior amatir radio seperti Robby Soebiakto YB1BG, Achmad Zaini YB1HR, Yos YB2SV, YB0TD di band 40m. Mas Robby Soebiakto YB1BG merupakan suhu diantara para amatir radio di Indonesia khususnya untuk komunikasi data packet radio yang kemudian di dorong ke arah TCP/IP, teknologi packet radio TCP/IP yang kemudian di adopsi oleh rekan-rekan BPPT, LAPAN, UI, & ITB yang kemudian menjadi tumpuan PaguyubanNet di tahun 1992-1994-an. Mas Robby Soebiakto YB1BG adalah koordinator IP pertama dari AMPR-net (Amatir Packet Radio Network) yang di Internet dikenal dengan domain AMPR.ORG dan IP 44.132. Saat ini AMPR-net Indonesia di koordinir oleh penulis YC1DAV. Koordinasi dan aktifitas-nya mengharuskan seseorang untuk menjadi anggota ORARI dan di koordinasi melalui mailing list YBNET-L@ITB.ac.id.

Di tahun 1986-1987-an awal perkembangan jaringan paket radio di Indonesia Mas Robby YB1BG juga merupakan pionir dikalangan teman-teman amatir radio Indonesia yang mengkaitkan jaringan amatir Bulletin Board System (BBS) yang merupakan jaringan e-mail store and forward yang mengkaitkan banyak "server" BBS amatir radio seluruh dunia agar e-mail dapat berjalan dengan lancar. Di awal tahun 1990-an komunikasi antara saya yang waktu itu berada di Canada dengan panggilan YC1DAV/VE3 rekan-rekan amatir radio di Indonesia dilakukan melalui jaringan amatir radio ini. Dengan peralatan PC/XT dan walkie talkie 2 meteran, komunikasi antara Indonesia-Canada terus dilakukan dengan lancar melalui jaringan amatir radio. Mas Robby YB1BG ternyata berhasil membangun gateway amatir satelit di rumahnya di Cinere melalui satelit-satelit OSCAR milik amatir radio kemudian kami melakukan komunikasi lebih lanjut yang lebih cepat antara Indonesia-Canada. Pengetahuan secara perlahan di transfer melalui jaringan amatir radio ini.

RMS Ibrahim (biasa dipanggil Ibam) motor dibalik operasional-nya Internet di UI, saat tulisan ini ditulis berada di Singapura untuk meneruskan S3. Ibam pernah menjadi operator yang menjalankan gateway ke Internet dari UI yang merupakan bagian dari jaringan universitas di Indonesia UNINET. Protokol UUCP yang lebih sederhana daripada TCP/IP digunakan terutama digunakan untuk mentransfer e-mail & newsgroup. RMS Ibrahim juga merupakan pemegang pertama Country Code Top Level Domain (ccTLD) yang dikemudian hari dikenal sebagai IDNIC (http://www.idnic.net.id).

Muhammad Ihsan adalah staff peneliti di LAPAN Ranca Bungur tidak jauh dari Bogor yang di awal tahun 1990-an di dukung oleh kepala-nya Bu Adrianti dalam kerjasama dengan DLR (NASA-nya Jerman) mencoba mengembangkan jaringan komputer menggunakan teknologi packet radio pada band 70cm & 2m. Jaringan tersebut dikenal sebagai JASIPAKTA dengan dukungan DLR Jerman. Protokol TCP/IP di operasikan di atas protokol AX.25 pada infrastruktur packet radio. Pak Ihsan ini yang mengoperasikan relay penghubung antara ITB di Bandung dengan gateway Internet yang ada di BPPT.

Pak Firman Siregar merupakan salah seorang motor di BPPT yang mengoperasikan gateway packet radio bekerja pada band 70cm. PC 386 sederhana menjalankan program NOS di atas sistem operasi DOS digunakan sebagai gateway packet radio TCP/IP. IPTEKNET masih berada di tahapan sangat awal perkembangannya saluran komunikasi ke internet masih menggunakan X.25 melalui jaringan SKDP terkait pada gateway di DLR Jerman.

Putu sebuah nama yang melekat dengan perkembangan PUSDATA DEPRIN waktu masa kepemimpinan Pak Tungki Ariwibowo menjalankan BBS pusdata.dprin.go.id yang hingga saat ini masih beroperasi. Di masa awal perkembangannya BBS Pak Putu sangat berjasa dalam membangun pengguna e-mail khususnya di jakarta Pak Putu sangat beruntung mempunyai menteri Pak Tungki yang "maniac" IT dan yang mengesankan dari Pak Tungki beliau akan menjawab e-mail sendiri. Barangkali Pak Tungki adalah menteri pertama di Indonesia yang menjawab e-mail sendiri. Saya sempat terkagum-kagum memperoleh jawaban e-mail dari seorang menteri Pak Tungki yang waktu itu sedang berada di Amerika Selatan dalam kunjungan kerjanya. Bukan main, seorang menteri tapi tetap menyempatkan diri untuk membalas e-mail.

Mas Suryono Adisoemarta N5SNN di akhir 1992 kembali ke Indonesia, kesempatan tersebut tidak dilewatkan oleh anggota Amatir Radio Club ARC ITB seperti Basuki Suhardiman (sekarang di AI3 ITB), Aulia K. Arief (sekarang di WAHID), Arman Hazairin (sekarang di Telkomsel) di dukung oleh Adi Indrayanto (sekarang S3 di Inggris) untuk mencoba mengembangkan gateway packet radio di ITB. Berawal semangat & bermodalkan PC 286 bekas barangkali ITB merupakan lembaga yang paling miskin yang nekad untuk berkiprah di jaringan PaguyubanNet. Rekan lainnya seperti UI, BPPT, LAPAN, PUSDATA DEPRIN merupakan lembaga yang lebih dahulu terkait ke jaringan di tahun 1990-an mereka mempunyai fasilitas yang jauh lebih baik daripada ITB. Di ITB modem packet radio berupa Terminal Node Controller TNC merupakan peralatan pinjaman dari Muhammad Ihsan dari LAPAN.

Berawal dari teknologi packet radio 1200bps di atas, ITB kemudian berkembang di tahun 1995-an memperoleh sambungan leased line 14.4Kbps ke RISTI Telkom sebagai bagian dari IPTEKNET akses Internet tetap diberikan secara cuma-cuma kepada rekan-rekan yang lain. September 1996 merupakan tahun peralihan bagi ITB, karena keterkaitan ITB dengan jaringan penelitian Asia Internet Interconnection Initiatives (AI3) sehingga memperoleh bandwidth 1.5Mbps (sekarang 2Mbps) ke Jepang yang terus ditambah dengan sambungan ke TelkomNet & IIX sebesar 2Mbps. ITB akhirnya menjadi salah satu bagian terpenting dalam jaringan pendidikan di Indonesia yang menamakan dirinya AI3 Indonesia yang mengkaitkan 25+ lembaga pendidikan di Indonesia.

Jaringan pendidikan ini bukan hanya monopoly ITB saja, jaringan pendidikan lain yang lebih besar lagi adalah jaringan SMK yang dibawahi DIKMENJUR (dikmenjur@egroups.com) yang saat ini telah mengkaitkan 270+ SMK di seluruh Indonesia. Saat ini ada 4000 SMK yang mempunyai potensi yang sangat besar jika berhasil dikaitkan. Belum lagi kalau bisa mengkaitkan 10.000 SMU ke Internet pasti tidak kalah serunya dengan mengkaitkan 1300 PTN / PTS (saat ini baru ~200 PTS/PTN yang terkait) di seluruh Indonesia ke Internet.

Di tahun 1989-1990-an, teman-teman mahasiswa Indonesia di luar negeri mulai membangun tempat diskusi di Internet, salah satu tempat diskusi Indonesia di Internet yang pertama berada di indonesians@janus.berkeley.edu. Berawal dari mailing list pertama di Janus diskusi-diskusi antar teman-teman mahasiswa Indonesia diluar negeri pemikiran alternatif berserta kesadaran masyarakat ditumbuhkan. Pola mailing list ini ternyata terus berkembang dari sebuah mailing list legendaris di janus, akhirnya menjadi sangat banyak sekali mailing list Indonesia terutama di host oleh server di ITB & egroups.com. Mailing list ini akhirnya menjadi salah satu sarana yang sangat strategis dalam pembangunan komunitas di Internet Indonesia.

Di tahun 1994-an mulai beroperasi IndoNet yang dipimpin oleh Sanjaya. IndoNet merupakan ISP komersial pertama Indonesia pada waktu itu pihak POSTEL belum mengetahui tentang celah-celah bisnis Internet & masih sedikit sekali pengguna Internet di Indonesia. Seingat saya sambungan awal ke Internet dilakukan menggunakan dial-up oleh IndoNet, sebuah langkah yang cukup nekad barangkali. Lokasi IndoNet masih di daerah Rawamangun di kompleks dosen UI kebetulan ayah Sanjaya adalah dosen UI. Seperti kita ketahui bahwa perkembangan usaha bisnis Internet di Indonesia semakin marak dengan 60-an ISP yang memperoleh lisensi dari pemerintah. Asosiasi ISP (APJII) terbentuk di motori oleh Sanjaya cs di tahun 1998-an. Effisiensi sambungan antar ISP terus dilakukan dengan membangun beberapa Internet Exchange (IX) di Indosat, Telkom, APJII (IIX) & beberapa ISP lainnya yang saling exchange. APJII bahkan mulai melakukan manouver untuk memperbesar pangsa pasar Internet di Indonesia dengan melakukan program SMU2000 yang kemudian berkembang menjadi Sekolah2000.

Perkembangan terakhir yang perlu diperhitungkan adalah trend ke arah e-commerce dan warung internet yang satu & lainnya saling menunjang membuahkan masyarakat Indonesia yang lebih solid di dunia informasi. Rekan-rekan e-commerce membangun komunitasnya di beberapa mailing list utama seperti warta-e-commerce@egroups.com, mastel-e-commerce@egroups.com, e-commerce@itb.ac.id & i2bc@egroups.com. Sedangkan rekan-rekan penyelenggara WARNET banyak berkumpul di asosiasi-warnet@egroups.com, pada tanggal 25 Mei 2000 merupakan hari bersejarah bagi rekan-rekan WARNET – karena telah lahir asosiasi warnet yang ada secara fisik dalam pertemuan di kantor DIKMENJUR. Ketua Asosiasi Warnet adalah rekan Rudy Rusdiah, Bendahara rekan Adlinsyah dan Sekretaris Abdullah Koro. WARNET di Indonesia akan disediakan domain war.net.id.

Demikian kilasan sejarah Internet di Indonesia, kami sadar bahwa perjuangan kami masih panjang. Masih banyak hal yang perlu diperjuangkan terus agar dapat menggerakan bangsa Indonesia menuju knowledge based society.

Label:

posted by Hos Rico at 04.06 0 comments